Rabu, 02 Juli 2014

TAHUKAH ANDA APA ITU TRIPLE HELIX dan GMO: DUA INOVASI YANG DISAMPAIKAN CAWAPRES HATTA RAJASA?


TAHUKAH ANDA APA ITU TRIPLE HELIX dan GMO: 
DUA INOVASI YANG DISAMPAIKAN CAWAPRES HATTA RAJASA?
By Ecosoc Rights


DUA INOVASI ITU BILA DIGABUNG AKAN MEMBUNUH PETANI DAN RAKYAT SECARA DAHSYAT!

Kemarin aku sengaja tidak melihat debat cawapres. Debat capres saja kurang menarik, apalagi debat cawapres. Tapi hari ini aku termangu membaca statusnya mas Tejo Wahyu Jatmiko (pejuang pangan lokal dari Aliansi Desa Sejahtera) tentang materi debat Cawapres. Dalam debat cawapres kemarin Hatta Rajasa mengajukan program "triple helix" dan genetic modified organism/- GMO (transgenik/rekayasa genetika), yang dinyatakan Hatta sebagai inovatif. Ya Tuhan, Hatta paham nggak sih apa itu "triple helix" dan GMO?.

"Dua istilah itu kalau bergabung akan menjadi kekuatan dahsyat yang membunuh petani", kata mas Tejo. Aku tambahkan ya, bila kedua istilah itu bergabung, bukan hanya petani yg dibunuh, tetapi juga rakyat pada umumnya. Mengapa? Pertama, mas Tejo mencatat, "triple helix" itu konsep hubungan antara universitas-industri-pemerintah. Konsep ini diinisiasi oleh Etzkowits di tahun 1993 sebagai antithesis dari dominasi (yang penuh kolusi) hubungan industri-pemerintah di Masyarakat (yang berbasis) Industri menuju hubungan yang lebih segitiga: universitas-industri-pemerintah di Masyarakat (yang berbasis) Pengetahuan. Pertanyaannya, di manakah posisi rakyat/masyarakat dalam konsep triple helix itu? Apakah rakyat dan petani hanya akan jadi konsumen? Padahal begitu banyak pengetahuan bersumber dari masyarakat dan masyarakat Indonesia yang beragam adalah sumber pengetahuan yang beragam. Pada kenyataannya, konsep triple helix bukan inovasi lagi karena konsep ini sudah ditinggalkan. Banyak penelitian yang mengungkapkan kegagalan konsep "triple helix", terutama bila dikaitkan dengan pengentasan kemiskinan dan kedaulatan pangan. Mas Tejo mencatat, di tahun 2010-an sudah berkembang konsep "quadruple helix", yang melibatkan masyarakat sebagai aktor utama, selain yang tiga tersebut. Tidak masuk akal bahwa konsep "triple helix" yang gagal dan sudah ditinggalkan itu malah mau dikembangkan di Indonesia. Katanya mau mengembangkan ekonomi kerakyatan, tapi petani dan rakyat malah tidak dianggap sebagai pelaku pembangunan dan hanya diposisikan sebagai konsumen.

Kedua, genetic modified organism/GMO (produk transgenik/rekayasa genetika) sedang diperangi di sana sini dan mendapatkan penolakan dari masyarakat internasional karena produk GMO dinilai berbahaya bagi kesehatan. Hasil uji terhadap produk GMO berpotensi menyebabkan kanker. Bahkan Uni Eropa, negara-negara Eropa lainnya, beberapa negara di Asia (termasuk Filipina, Thailand, Saudi Arabia), Australia, New Zealand, negara-negara Amerika Latin, dan lainnya, sudah melarang produk GMO. Mereka melarang karena melindungi hak hidup rakyatnya. Tidak masuk akal kalau Indonesia justru menempatkan GMO sebagai inovasi yang patut diadopsi dan dikembangkan. Di saat negara-negara di dunia hendak melindungi rakyatnya dari produk yang membahayakan kesehatan, masa Indonesia justru mau membunuh petani dan rakyatnya sendiri. Selain itu, GMO juga ditentang dan ditolak oleh dunia internasional karena merusak keragaman hayati.

Kawan-kawan bisa bayangkan, andai "triple helix" dan GMO itu disatukan, betapa dahsyat daya rusaknya terhadap petani dan rakyat. Dua inovasi itu sangat berlawanan dengan konsep ekonomi kerakyatan dan kedaulatan pangan, yang diangkat oleh para capres.

Kawan-kawan, ketika saya menuliskan status ini, baru berhasil menulis dua paragraf, tiba-tiba tangan saya terasa kaku. Saya berhenti menulis. Saya merasakan kesedihan yang mendalam. Ditempatkannya "triple helix" dan GMO sebagai program inovatif sungguh membuat saya berpikir bahwa pertarungan pilpres ini terasa betul telah membuat publik kehilangan rasionalitas dan daya kritis. Apapun yang disampaikan capres/cawapres, kalau itu keluar dari capres/cawapres yang didukung, pendukungnya akan menerimanya begitu saja - apapun itu wujudnya. Bahkan informasi-informasi berbau kampanye jahat (bukan "kampanye hitam" - karena yg hitam tidak selalu jahat) sekalipun diterima mentah-mentah. Kawan, kita ini khan sedang hendak memilih siapa Presiden yang bisa membawa kemaslahatan bagi rakyat dan bangsa Indonesia? Kita memilih Presiden ini sebenarnya untuk siapa? Untuk kita semua khan? Mari kita kritisi program-program Capres dari kedua kubu, agar bangsa kita tidak tersesat, agar rakyat tidak terus menerus dilecehkan dan dibodohi oleh para elit penguasa. Agar rakyat tidak terus menerus disingkirkan dari seluruh proses pembangunan dan dari dari tanah airnya sendiri. 


Jangan lupa, RAKYAT ITU POSISINYA DI ATAS PRESIDEN, karena KEDAULATAN ADA DI TANGAN RAKYAT. Presiden itu untuk rakyat, bukan rakyat untuk presiden. Jangan mengiyakan semua yang dikatakan para capres/cawapres, tolak semua program yang menyingkirkan dan merusak/membunuh rakyat. Ini bukan kampanye, tulisan ini sungguh terlahir dari kesedihan. Saya hanya ingin mengajak kawan-kawan untuk tidak kehilangan rasionalitas dan daya kritis. Terima kasih, dan maafkan kalau ada yang tidak berkenan dari tulisan ini. (sri palupi, peneliti Institute for Ecosoc Rights)